Rabu, 12 Desember 2007

MEMBACA; buat kita dewasa tentang kata.


MEMBACA; buat kita dewasa tentang kata.

Ya, Nurcholish adalah guru tentang kata-kata yang tidak menusuk, tidak berteriak. Itulah kalimat yang di ucapkan oleh Gunawan Muhamad kepada almarhuma Nurcholis Madjid atau biasa di panggil dengan Cak Nur di selang kepergiannya untuk selamanya , tapi tidak untuk ilmu pengetahuannya yang di tinggalkan di bumi. Pelajaran buat kita bahwa Nurcholis adalah orang biasa, tetapi pada level ilmu pengetahuannya dia tergolong luar biasa. Maka dengan kekuatan pengetahuannya dia di kenang dan di hargai jasanya. Pelajaran yang lain, buat kita generasi muda, di kampus bukan tempat memperlihatkan kekuatan materi (fisik maupun barang-barang mewah), tetapi Ilmu pengetahuan yang harus menjadi standar kita dalam menegur sapah. Maka hargailah siapa saja yang ingin mencari dan membaca sumber-sumber pengetahuan. Dengan memberikan kebebasan sepenuh-penuhnya kepada individu untuk mengupgread dirinya untuk banyak tahu dan menjadi dewasa.

Bukan untuk mengagung-agungkan Cak Nur, tetapi lebih karena penghargaanku terhadap orang asli indonesia yang mampu untuk mentransformasikan gagasan/idenya untuk melakukan pembaharuan di Indonesia. Tak apa kiranya jika kita menyebut Beliau (cak nur) sebagai guru bangsa, sosok yang banyak di kagumi oleh banyak cendekiawaan indonesia. Yang pasti tokoh indonesia selain Cak Nur, tentunya banyak. Hanya saja tokoh yang begitu berani berada di tengah-tengah pusaran arus islam Indonesia yang begitu konservaif dan fanatik terhadap ajarannya, di sudut pandang yang lain Cak Nur justru menawarkan gagasan tentang pembaharuan Islam. Bahwa paradigma Islam Indonesia harus mengalami perubahan.

Mengingat begitu banyak kemudian makna reflektif yang muncul di saat kepergiaan beliau, di mana banyak tokoh-tokoh agama, penulis terkemuka, intelektual indonesia, memberikan rasa duka cita yang mendalam, juga renungan terhadap kondisi bangsa hingga hari ini di nama generasi banyak terkapar dalam perebutan kekuasaan dan saling mengunjuk kekuatan

. Yang muda memang kuat, cuman yang kuat bila tak satu, juga tak menjamin kemenangan. Kalaupun satu dan menang, apalah artinya kemenangan sementara ada banyak orang yang mempertanyakan kemenangan itu. Satu, menang dan bersahabat buat semua itu adalah yang terpenting dalam dunia sosial kita.

Dapat kita lihat kembali apa yang di ucapkan oleh gunawan muhammad di atas bahwa Nurcholish adalah guru tentang kata-kata yang tidak menusuk, tidak berteriak. Untuk mensterilkan kalimat ini, coba kita ingat pata pepatah orang bijak bahwa ”jangan melihat orangnya, tapi lihatlah kata-katanya” karena pada dasarnya semua manusia itu baik sehingga dalam berperilaku manusia di cap sebagai orang kotor, bejat dan lain sebagainya, bila di sentuh pada ruang reflektif akan timbul perasaan untuk saling memaafkan, dan memberikan pesan-pesan atau nasehat yang tidak kalah berkualitas bahasanya dengan orang-orang yang kita tuakan, walau jelmaannya seperti setan sekalipun. Apalagi di kampus kita hanya bisa mengandalkan kekuatan rasionalitas. Kalau bukan itu berarti kita adalah barbar (mengandalkan kekuatan fisik), atau institusi yang memberikan ilmu pengetahuan kedukunan, susahnya dukun; tak ada alat untuk menggugah kerangka berpikirnya. Serba tak bisa di mengerti... serba tak bisa di gugat ancamannya pun tak tahu.......

Sangatlah tidak di harapkan jika kemudian kita terjebak dalam lingkaran dehumanisasi di antara sesama manusia (sebagai pelaku dan korban), yang dalam proses perjalanannya sebenarnya kita berjalan dan belajar untuk dewasa, mengelola emosi dan naluri ke selain manusia guna mengangkat derajad dan potensi kemalaikatan kita.

Jangan kita rusak masa proses pembelajaran menuju kedewasaan yang sempurna pada pikiran-pikiran yang berangkat dari alam pikiran yang tidak baik, karena segala sesuatu yang kotor akan melahirkan pikiran-pikiran kotor (Saling tidak percaya, egois, emosi dan yang lainnya) kemudian menjadi bahasa yang kotor dan di tambah lagi dengan bertemu pada sebuah ruang sosial yang rusak, ruang di mana kita tidak saling bertegur sapa itu kemudian hilang, ruang yang selalu menggugah kesadaran dan kemanusiaan kita sebagai manusia untuk selalu berubah ke arah yang baik.

Aku berpikir, mungkin yang ku tulis ini adalah aku dan memang aku, akhir kalimat; saya harus meminjam lirik lagu Andra ” aku memang salah, aku memang hina........................, maafkanlah untuk semua.

Dengan kerendahan hati, ku tulis agar aku dan sekelilingku mengerti dan dapat kembali bertegur sapa sambil membicarakan persoalan yang ada.

Syahden ; pengendara motor tua

........motornya rusak dan orangnya juga sudah tua.......

Ini bukan opini, bukan esay, bukan puisi, bukan berita, bukan tulisan. Ini hanyalah kertas yang kebetulan berisikan pesan-pesan, tak baik untuk di baca tapi bagus untuk di mengerti. Buanglah kertas ini di tong sampah

Selain pengetahuan, tak ada yang ku andalkan, itupun masih aku pertanyakan

Motor, laptop dan lain sebagainya hanyalah pemberian orang tua, bukan hasil dari usahaku

Akupun tak punya ilmu bela diri, seperti : karare, taek wondo, silat, yudo, atau apakakah namanya? aku tak punya). Ku bela diriku hanya dengan ilmu pengetahuan, jika tak mampu dengan ilmu pengetahuan ”matilah aku..............di makan cacing lah aku” Syahden!! Syahden !! banyak omong lu...”

Tidak ada komentar: